BAB I
PERS DAN BERITA
A.
Pengetahuan Tentang Pers Dan Jurnalistik
Secara bahasa, Pers berarti
media. Berasal dari bahasa Inggris press yaitu cetak. Apakah
media itu berarti hanya media cetak? Tentunya tidak. Pada awal kemunculannya
media memang terbatas hanya pada media cetak. Seiring percepatan tekhnologi dan
informasi, ragam media ini kemudian meluas. Muncul media elektronik: Audio, audio
visual (pandang-dengar) sampai internet. Jadi pers adalah sarana atau wadah
untuk menyiarkan produk-produk jurnalistik.
Sedang jurnalistik merupakan suatu
aktifitas dalam menghasilkan berita maupun opini. Mulai dari perencanaan,
peliputan dan penulisan yang hasilnya disiarkan pada public atau khalayak
pembaca melalui media/pers. Dengan kata lain jurnalistik merupakan proses aktif
untuk melahirkan berita.
Hasil dari proses jurnalistik yang
kemudian menjadi teks yang dimuat di media, berupa berita maupun opini.
B.
Fungsi Pers
a. Menyiarkan informasi; hal
inimerupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak pembaca memerlukan
informasi mengenai berbagai hal di bumu ini.
b. Mendidik (to educate); artinya
sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Adapun isi dari media atau
hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan khalayak pembaca
pengetahuannya.
c. Menghibur (to entertaint), khalayak
pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga
menyangkut minat insani.
d. Mempengaruhi (control social); tidak
dapat dipungkiri dalam kehidupan ini ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung
ataupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan social. Pada fungsi ini media
dimungkinkan menjadi control social, yang karena isi dari media sendiri
bersifat mempengaruhi.
C.
Teori Pers
Fred S. Slebert, Thedorre
Peterson dan Wilbur Schamm menyatakan bahwa pers di dunia saat ini dapat
dikatagorikan menjadi: Authorian Pers, social Responbility Pers dan
Soviet Communist Pers. Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan
dari teori authoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media
informasi kepada rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan
dan apa yang harus didukung rakyat.
Sedangkan teori Sosial Rseponbility
merupakan perkembangan dari teori Lebertarian Pers. Dan teori ini adalah
kebalikan dari teori autoritarian pers, dimana pers bebas dari pengaruh
pemerintah dan bertindak sebagai Fouth State. Pada teori ini pers menempatkan
posisinya sebagai tanggung jawab social.
D.
Apa Itu Berita?
Secara sederhana berita merupakan
laporan seorang wartawan/jurnalis mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam
kehidupan atau realitas social lantas apakah fakta/realitas merupakan berita?
Tidak? Fakta itu akan menjadi berita setelah dilaporkan oleh seorang wartawan. Karena
itu berita merupakan konstruksi dari sebuah fakta. Lantas seperti apa fakta
yang semestinya dilaporkan wartawan lalu menjadi berita? Secara teoritis ada
banyak sekali ukuran, namun secara umum ukuran itu dibagi dua yakni penting dan menarik.
Kemudian, seberapa penting dan menarikkah suatu peristiwa itu layak dijadikan
berita? Maka untuk mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan nilai-nilai sebagai
pertimbangan untuk menentukan suatu peristiwa itu layak dijadikan berita. Dalam
jurnalistik nilai-nilai tersebut disebut dengan News Value (nilai
berita).
E.
Objek Berita
Karena berita adalah laporan fakta
yang ditulis oleh seorang jurnalis, maka objek beritanya adalah fakta. Dan
fakta dalam jurnalsitik dikenal dalam beberapa kriteria, yaitu:
a. Peristiwa, adalah suatu kejadian yang
baru terjadi, artinya kejadian itu hanya sekali terjadi.
b. Kasus, adalah merupakan kejadian yang
tidak selesai setelah peristiwa terjadi. Maksudnya kejadian tersebut
meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikatnya.
Maka kejadian demi kejadian tersebut disebut dengan kasus.
c. Fenomena, adalah merupakan suatu
kasus yang ternyata tidak terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya
kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana.
F.
Nilai-nilai Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan
oleh 10 komponen. Semakin banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin
besar nilai khalayak pembaca terhadap berita tersebut, secara lebih rinci dapat
diringkaskan sebagai berikut:
a. Kedekatan (Proximity), peristiwa yang memiliki kedekatan
dengan khalayak, baik secara geografis maupun psikis.
b. Bencana (Emergency), tiap manusia membutuhkan rasa aman.
Dan setiap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang.
c. Konflik (Conflict), ancaman terhadap rasa aman yang
ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok maupun Negara tetap akan
mengugah perhatian setiap orang.
d. Kemashuran (Prominence), biasanya rasa ingin tahu terhadap
seseorang yang menjadi Public figure cukup besar.
e. Dampak (Impact), peristiwa yang memiliki dampak
langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.
f. Unik, manusia cenderung ingin tahu
tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak
bias ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan menarik perhatian.
g. Baru (Actual), suatu peristiwa yang baru terjadi
akan memancing minat orang untuk mengetaui.
h. Kontroversial, suatu peristiwa yang bersifat
controversial akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan.
i. Human Interest, derita cenderung dijahui manusia, dan derita
sesame cenderung menarik minat untuk mengetahui. Karena manusia menyukai
suguhan informasi yang mengesek sisi kemanusiaan.
j. Ketegangan (Suspense), sesuatu yang membuat manusia ingin
mengetahui apa yang terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu
akhir dari peristiwa.
Namun sering kali ditemui dalam
beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama. Ini karena perbedaan sudut
pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita.
G.
Unsur Berita
Diketahui bahwa berita merupakan
hasil rekonstruksi dari fakta (peristiwa) oleh wartawan, maka doperlukan
perangkat untuk merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari pemikiran
bahwa pada umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam
enam hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok unsure
tersebut; meliputi apa (what), siapa (who), dimana (where), kapan
(when), mengapa (why), bagaimana (how) Kemudian
dikenal sebagai 5W+1H.
H.
Sifat Berita
a. Mengarahkan (Directive), karena
berita ini dapat mempengaruhi khalayak, baik disengaja atau tidak. Maka berita
ini sifatnya mengarahkan
b. Menbangkitkan Perasaan (effectife), melalui
berita ini dapat membangkitkan perasaan public
c. Memberi Informasi (Informatife), berita
in harus memberi informasi tentang keadaan yang terjadi sehingga memberi
gambaran jelas dan menjadi pengetahuan public.
I.
Kaidah-kaidah Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini
menkonstruk peristiwa (fakta) tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan
pada kaidah-kaidah jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan
konsep ABC (Accuracy, Balance, Clarity).
- Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam
penulisan bentuk jurnalistik. Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya
sama dengan melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga
akurasi dalam penulisan berita, bila perlu perhatikan beberapa hal berikut:
- Dapatkan
berita yang benar
- Lakukan
re-cek terhadap data yang diperoleh
- Jangan
mudah berspekulasi denga isu atau desas-desus
- Pastikan
semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan
kewenangan dan keabsahannya.
- Balance (Keseimbangan)
Ini juga menjadi kaidah dalam
penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik terkesan berat
sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus merugikan pihak
lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya
dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut
dengan “Both Side Covered”.
- Clarity (Kejelasan)
Factor kejelasan bisa diukur apakah
khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan, bukan jelas dalam
konteks teknis, namun lebih condong pada factor topic, alur pemikiran,
kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan pernyaratan penulisan lainnya.
J.
Struktur/Susunan Penulisan Berita
Dalam berita terdapat struktur atau
susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur
penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana
bagian-bagian tersebut dari Kepala Berita atau Judul (Head News).
Topi Berita, menunjukan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, Surabay
SP) biasanya digunakan dalam penulisan Straight News, intro diletakkan
setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita.Tubuh
berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
Adapun strukrur penulisan berita
sebagai berikut:
a. Piramida Terbalik: artinya pokok atau
inti berita diletakkan di awal-awal paragraph (1-2 paragraf) dan bukan berarti
paragraph selanjtnya tidak penting. Cumin bukan merupakan inti berita. Biasanya
ini digunakan dalam penulisan staright news.
b. Balok tegak: artinya pokok atau inti
berita tidak hanya diletakkan di awal paragraph. Terdapat di awal, tengah dan
akhir paragraph. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depth news (Indepth
reporting ataupun investigasi reporting).
BAB II
PENGGALIAN BERITA
A. Metode Penggalian Data
Dalam membuat berita, data menempati
posisi penting, karena melalui datalah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data
merupakan “mind” (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis
(jurnalis) menyajikan knstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari
berbagai data.
Ada beberapa cara untuk penggalian
data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung penulis
(observasi) untuk mendapatkan data tentang kejadian. Kedua, melakukan
wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (sekunder) dalam suatu
kejadian. Wawancara juga dimaksudklan untuk melakukan Cross Chek demi akurasi
data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain dua
perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui data literary terhadap
dokumen-dokumen dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika
dimungkinkan) data demikian dianggap penting.
B.
Obeservasi
Ini dilakukan pada tahap awal
pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan
inderawi (lihat, dengar, cium, sentuh) dalam mengamati realitas. Namun dalam
pengamatan tersebut seorang observator tidak boleh melakukan penilain terhadap
realitas yang diamati.
Kegiatan observasi terkait dengan
pekerjaan memahami realitas detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu
diperlukan upaya memfokuskan pengamatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang
kritis, luas. Namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada
dihadapannya. Untuk mendapatkan pengamatan yang obyektif si pengamat
harus bisa mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian
obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui
observasi ini sifatnya langsung dan orsinil. Langsung artinya dalam
pengamatannya tidak berdasarkan teori, pikiran dan pendapat. Ia menemukan
langsung apa yang hendak dicarinya. Orsinil artinya hasil amatannya merupakan
hasil serapan indranya bukan yang dilaporkan orang lain. Dan untuk selanjutnya
akan dibahas secara lengkap mengenai jenis pengamatan, mulai pengamatan I, II,
III dan IV.
- Pengamatan
I
Tahap ini merupakan langkap untuk
memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada suatu obyek yang telah
ditentukan agar mampu untuk mendeskripsikannya. Hal ini dimaksudkan untuk
membedah kesadaran antara obyektifitas dan subjektifitas, antara fakta dan
imajinasi sebagai bagian dari news. Dari sini diusahakan untuk mampu
mendeskripsikan keberadaan benda mati ke dalam bentuk sebuah
tulisan.
Maksimalisasi panca indera sangat
ditonjolkan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan secara
deskriptif. Dalam pendeskripsian ini harus mengoptimalkan kemampuan
indera dalam meggambarkan sebuah benda tanpa menyebutkan sifat objek. Sebab
jika mengungkapkan sifat pada sebuah objek, maka deskripsi akan bersifat
subjektif.
Karena itu diperlukan batasan antara
objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas dapat berpatokan pada: posisi
letak, ukuran, warna, bahan, kedudukan, akurasi, identitas, dan non
justification. Sedangkan subjektifitas dalam pendeskripsian dapat di lihat
dari: keadaan, agak/ kemiripan, imajinasi pendapat pribadi, gaya bahasa banyak
mengulas mengulas, mengungkapkan sifat, fungsi/ normative dan suasana.
Keduanya dapat dijadikan pisau
dalam menganalisa suatu objek. Selanjutnya dari hasil deskripsi, seorang yang
membacanya dapat menyimpulkan sendiri berdasarkan data.
- Pengamatan
II
Dalam tahap ini deskripsi objek lebih
di tingkatkan lagi pada benda bergerak/ hidup. Dengan prinsip yang tidak jauh
berbeda dengan pengamatan I. kemampuan indera lebih dipertajam untuk memperoleh
deskripsi yang maksimal. Pembatasan wilayah objektifitas dan subjektifitas tetap
ditekankan, namun disini lebih di kembangkan untuk penentuan fokus pengamatan
pada objek.
Dengan demikian selanjutnya akan
lebih mengarahkan deskripsi pada focus benda (supaya tidak meluas).
Pengungkapan kondisi dan suasana lingkungan dapat dimasukkan dalam pengamatan
ini yang berusaha untuk memberikan deskripsi secara utuh (holistic)
- Pengamatan
III
Tahap ini akan mengamati sebuah
gambar atau foto dari sebuah peristiwa. Praktisnya adalah berusaha untuk
membangun analisis dan deskripsi objektif dari sebuah gambar atau foto yang
dianggap sebagai dunia nyata sekaligus pengamat diposisikan seolah-olah berada
dalam keadaan tersebut.
Dalam penagmatan ini diupayakan untuk
memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada peristiwa dunia dalam
gambar tersebut. Aktualisasi analisis dapat dilakukan dengan mengajukan dan
menuliskan pernyataan sebanyak-banyaknya tentang peristiwa yang diamati.
Selanjutnya dapat diminta untuk mengajukan dan menuliskan kemungkinan jawaban
atas setiap pertanyaannya.
Focus kesadaran penginderaan
benar-benar harus dicurahkan untuk mendapatkan deskripsi yang detail dan
akurat. Hasil pengamtan ini dapat dijadikan tolak ukur sehingga kekuatan dan
kemampuan seseorang jurnalis dalam menganalisa memecahkan persoalan sekaligus
kemudian menuangkannya dalan tulisan. Untuk mempertajam analisa dapat ditambah
dengan perinsip 5 W + 1 H.
- Pengamatan
IV
Pengamatan ini akan memfokuskan
kesadaran dan kepekaan indera pada sebuah peristiwa nyata untuk kemudian
dideskripsikan. Di sini para calon jurnalis dapat menggali data dengan alat
bantu wawancara maupun cara lain yang berkaitan dengan perristiwa tersebut.
Hanya saja titik tekan lebih pada proses pengamatan (indera). Yang kemudian prinsip
5 W + 1 H dalam tahap ini dapat di aplikasikan secara langsung dan menyeluruh.
Dalam tahap ini sebanarnya dinding
pemisah antara subjektifitas dan objektifitas sangat tipis. Apa yang di anggap
objektifitas oleh seseorang bisa dianggap subjektifitas oleh orang lain, begitu
pula sebaliknya. Misalnya kita analogikan dengan sebuah pernyataan “agama itu
baik bagi manusia” atau “agama itu tidak baik bagi manusia”. Sehingga
kemungkinan orang akan mengatakan pernyataan pertama benar dan objektif dengan
alasan misalnya banyak orang telah membuktikan kebaikan agama. Tetapi dengan
alasan dan bukti berbeda, orang lain akan membenarkan pernyataan kedua.
Begitu pula dalam subuah peristiwa,
bahwa objektifitas dan subjektifitas pendapat orang akan bersifat relative, tergantung
pada siapa yang mengatakan dan dalam kondisi bagaimana. Subjektifitas akan
dikatakan objektif apabila dikautkan dengan pendapat seseorang, dalam arti
bukan pendapat penulis/ jurnalis.
C.
Wawancara
Wawancara merupakan aktifitas yang
dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data. Dalam menggali data tidak
mungkin bag seorang jurnalis untuk menulis berita. Hanya mengandalkan hasil
observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan wawancara bisa memperoleh
kelengkapan data tentang peristiwa atau fenomena. Juga dengan wawancara seorang
jurnalis melakukan cross chek atau recheck dari data yang diperoleh sebelumnya
demi akurasi data.
Perlu diperhatikan bahwa wawancara
bukanlah proses Tanya jawab “saya bertanya-anda menjawab” wawancara lebih luas
dari proses tanya jawab. Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan
“membagun ingatan” tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang entah baru
terjadi atau lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang
diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut.
a. Tekhnik
Wawancara
ü Menguasai permasalahan. Ini penting
untuk menghindari Miss Understanding antara pewawancara dan yang diwawancarai.
ü Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik
ü Pertanyaan yang lebih spesifik akan
lenbih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topic pembicaraan
ü Jangan menggurui
ü Karena wawancara bukan proses tanya
jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi
atau telah lampau.
D.
Study Literary
Suatu data tidak hanya di peroleh
melalui pengamatan dan wawancara tetapi bisa juga memanfaatkan (melacak)
data-data yang terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan
juga sangat dipertimbangkan keabsahannya (valid)dan dapat
dipertanggung jawabkan, misalnya Keppres, Tap MPR, Undang-undang. Tidak mungkin
di dapatkan melalui didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara. Kebutuhan
data yang seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan keharusan untuk
pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya data-data yang seperti itu
validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Karena tingkat validitas data itu
harus dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian dan seseorang jurnalis harus
hati-hati memanfaatkan dokomentasi yang sudah ada pemanfaatan data yang
terdokumentasikan tidak terbatas pada Keppres, Tap MPR, Undang-undang, hasil
dari penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai
dokumen, tetapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut.
a. Koran atau
majalah
Koran atau majalah menyediakan
informasi cukup memadai untuk kebutuhan riset dokumen. Informasi surat kabar
cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila mengandung kesalahan
informasi), riset dokumen yang dilakukan mempelajari terhadap berbagai
pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto (caption), dan
tulisan opini.
Teknik penelusuran data melalui Koran
atau majalah ialah :
ü
Melalui
system kartu indeks perpustakaan
ü
Melalui
system kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi
b. Buku
Pencarian data melalui buku terkait
dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan tahun-tahun revisi
penerbitannya. Juga memeriksa keterangan data-data statistic yang dikutip,
apakah dari abstraksi data yang terbaru buku layak dijadikan sumber data karena
buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang
luas.
ü
Bebrapa
referensi buku yang bisa dimanfaatkan
ü
Kamus
ü
Ensiklopedi
ü
Biografi
ü
Tesis/disertasi
ü
Jurnal
ü
Internet
BAB III
BENTUK PENULISAN BERITA
A.
Straight News
Straight news atau sering juga
disebut berita langsung merupakan bentuk penulisan berita yang paling
sederhana, hanya dengan menyajikan unsure 4W (what, who, when, where) maka
tulisan tersebut bisa langsung menjadi berita. Namun bukan berarti straight
news menafikan unsure why dan how. Karena itu bentuk
penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa, sehingga khalayak pembaca bisa
mengetahui pesan utama yang terkandung dalam berita itu tanpa perlu membaca
seluruh isi berita. Pola penulisan straight news sering dipakai oleh
media-media massa yang punya masa edar harian. Selanjutnya untuk media-media
massa yang terbit berkala banyak memakai pola penulisan feature, depth news (indepht
reporting maupun investigative reporting).
Permasalahnnya sekarang fakta yang
bagaimana yang biasanya ditulis dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta
bisa ditulis dengan bentuk straight news. karena straight news sangat terikat
dengan unsure kebaruan (aktualita). Maka suatu fakta itu dituls dengan bentuk
straight news;
a. informasi/berita tentang peristiwa
dan buku fenomena ataupun kasus. Akhirnya kejadian yang hanya sekali itu saja
terjadi. Bukan kejadian yang terjadi secara berlanjutan. Misalnya kecelakaan
lalu lintas, kejahatan, pergantian pejabat, dsb.
b. informasi atau berita itu penting untuk segera
diketahui khalayak
c. baru (actual)
B.
Depth News
Tulisan ini lazim disebut “laporan
mendalam, di gunakan untuk menuliskan permasalahan (yang penting dan menarik)
secara lebih lengkap, bersifat mendalam dan analitis, dimensinya lebih luas,
yang di jadikan berita biasanya suatu kasus maupun fenomena. Laporan ini
ditulis berdasarkan hasil liputan terencana, dan membutuhkan waktu panjang.
Karena merupakan hasil liputan terencana, maka diperlukan persiapan yang
matang, sehingga dalam penuilsan in-Depth reporting ini membutuhkan out
line sebagai kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa
data.
Dalam Depth news materi penulisan
berita penekanannya pada unsur How (bagaimana) dan why (mengapa).
Mencari dan memaparkan jawaban How dan Way secara
lebih rinci dan banyak dimensi
a. Karakteristik
Depth News
ü
Srukturnya
balok tegak
ü
Deskripsinya
analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan pendukung untuk
kejelasan berita
ü
lenggang
cerita mengikat (berkesinambungan) antara paragraph sebelum dan sesudahnya
ü
Lebih
mendalam dalam menguraikan fakta.
b. Pembuatan
Perencanaa Liputan (Outline)
Karena pemberitaan dalam model depth
news lebih menekankan pada unsure why dan how, maka
dibutuhkan kedalaman dalam mengurai realitas. Supaya dalam penguraian realitas
tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam artian tetap focus dalam meguarai
suatu realitas, maka amat dibutuhkan kerangka (Outline) sebagai
acuan dalam mengurai realitas tersebut, mulai dari pengumpulan/pengalian data
sampai penganalisaan data, sebelum dijadikan tulisan.
Adapun dalam pembuatan Outline, kita
tidak kosong terhadap realitas (kasus atau fenomena) yang akan diurai.
Penegtahuan awal tentang fenomena yang akan diurai akan sangat membantu dalam
pembacaan fenomena tersebut. Karena tidak mungkin seluruh uraian fenomena yang
disajikan dalam tulisan, maka dalam outlinnya ditentukan sisi mana
(angle) yang akan diurai dan disajikan secara mendalam.
Sedangkan enggle di maksudkan sebagai
penentu batasan-batasan fenomena yang akan diurai sehingga dalam mengurai dan
menganalisa sebuah fenomena tetap terfokus pada batasan yang telah di
rencanakan dan tidak melebar kemana-mana yang hanya akan menjadikan pembiasan
dalam penguraian dan penganalisaan.
Sebagai kerangka acuan dalam liputan
mendalam Out Line juga memuat perencanaan (ketentuan) data-data yang akan
diacri. Dan untuk data yang di rencanakan melalui wawancara, ditentukan pula
poin-poin pertanyaan (drafting) secara garis besarnya.
C.
Features
Penulisan ini lazim di sebut berita
kisah (narasi) atau cerita pendek non fiksi. Dikatakan non fiksi karena tetap
berdasarkan pula fakta. Features juga sering disebut berita ringan (soft news)
karena gaya penulisannya yang indah memikat, naratif, proasis, imajinatif dan
bahasanya lugas.
Biasanya featuers ini mengggunakan
suatu peristiwa (realitas social) yang biasanya tidak terlalu menjadi perhatian
public dan isinya lebih menekankan pada sisi human interest (menarik minat dan
perasaan khalayak pembaca) model features dalam penulisan berita tidak terikat
aktualitas.
Namun dalam menulis features
dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap fenomena dalam realitas social
melalui pengamatan dan wawancara yang mendalam, serta riset dokumentasi yang
cermat.
a. Ragam
Features
ü
Historikal Features
Menceritakan kejadian-kejadian yang
menonjol pada waktu yang telah lewat, tetapi mesih mempunyai nilai human
interest.
ü
Profile Feature
Mengemukakan pengalaman pribadi
seseorang atau kelompok. Khalayak pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh
tersebut, motivasinya, wawasannya, kerangka berfikirnya. Dan dikemas
seolah-olah ‘kisah pengakuan diri’ dari orang yang bersangkutan.
ü
Adventures Features
Menyajikan kejadian unik dan menarik
yang dialami seseorang atau kelompok dalam perjalanan kesuatu daerah tertentu,
baik tentang alam maupun masyarakat.
ü
Trend features
Mengungkapkan kisah tentang kehidupan
sekelompok anak manusia ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses
transformasi social.
ü
Seasonal Features
Mengisahkan aspek baru dari suatu
peristiwa teragenda, seperti saat lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh
nasional dan sebagainya.
ü
How-to-do-it Feature
Mengungkapkan bagaimana suatu
perbuatan atau kegiatan dilakukan, seperti tulisan tentang pemanfaatan daun
sereh sebagai obat keluarga atau bagaimana cara menghapuskan virus computer.
ü
Explanatori/Backgrounder Feature
Mengisahkan suatu yang terjadi
dibalik peristiwa atau penjelasan mengapa hal itu terjadi, misalkan tentang
pemogokan buruh, mengapa pemogokan itu terjadi, sebab apa yang melatar
belakangi pemogokan.
ü
Human Interest Feature
Menceritakan tentang kisah hidup anak
manusia yang menyentuh perasaan, seperti seorang mahasiswa yang terus kuliah
dengan mengandalkan hasil kerngatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada
tingkah laku hidupnya bukan personnya.
a. Karakteristik
Features
ü
Teras
Berita (Lead) bebas asal tetap menarik
ü
Strukturnya
bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik
ü
Bagian
akhir tulisan dapat meningalkan pesan pada pembaca, artinya dapat membuat
pembaca tersenyum, tertawa, berdecap, bagian akhir yang demikian disebut Punch.
ü
Lenggang
cerita terkesan santai
ü
Deskripsi
bervariasi, mengungkapkan detil-detil yang menyentuh atau yang membangkitkan
emosi.
D.
Pembuatan Opini, Tajuk Rencana (Editorial)
Artikel,
Kolom (Essai) dan resensi
Pembuatan antara opini, tajuk
rencana, artikel, kolom dan resensi mempunyai spesifikasi masing-masing yang
sangat berbeda. Antara satu tema rubrik tajuk opini pasti akan berbeda dengan
rubric opini, begitupun yang lainnya. Sehingga dibawah ini akan dipaparkan
spesifikasi masing-masing.
a. Opini
Bila berita sebagai hasil konstuksi
dari peristiwa (fakta) dan dituntut obyektif dalam penyajiannya, maka tidak
demikian halnya dengan opini. Opini bukan merupakan konstruksi peristiwa,
tetapi lebih pada penilaian terhadap peristiwa (fakta), jadi terdapat
unsure-unsur subyektifitas penulis dalam penyajiannya. Penulisannya tidak berdasarkan
pada 5W+IH sebagaimana berita.
Langkaha awal yang harus dilakukan
sebelum mengumpulkan bahan dan menulis opini dalah menentukan tema (problem
yang akan diurai). Tema merupakan bentangan benang-merah dalam benak penulis
yang menggambarkan tujuan tulisan, merupakan gagasan pokok. Tanpa tema tulisan
opini tidak akan utuh dan menentu arahnya. Ada beberapa bentuk penulisan opini
dalam jurnalistik; artikel, kolom, esai, resensi. Beberapa bentuk tulisan
tersebut lazimnya merupakan ruang bagi pembaca.
Selain bentuk-bentuk tersebut masih
ada penilisan lain yang disebut opini. Namun, opini ini lebih merupakan
pendapat media bersangkutan terhadap realitas yang berkembang. Salah satunya
adalah editorial/tajuk yang merupakan penilaian atau analisa dari redaksi tentang
situasi dan berbagai masalah. Juga ada pojok, ia merupakan tulisan tanpa
sentilan, sindiran terhadap realitas yang ditulis dengan gaya satire, lucu,
kocak. Dan karikatur juga merupakan penilaian redaksi terhadap realitas, ia
tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapakn melalui gambar/kartun.
b. Syarat-syarat
Opini
ü
Orsinil
ü
Faktual,
Aktual
ü
Bersifat
ilmiah
ü
Sistematis
ü
Mengandung
gagasan atau ide
ü
Menggunakan
bahasa yang baik dan benar (Sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia ataupun
serapan).
c. Tajuk
Rencana (Editorial)
Suatu karya tulis yang merupakan
pandangan redaksi terhadap suatu fakta/realitas, karena merupakan pandangan
redaksi maka tajuk bersangkutan dengan penilaian redaksi. Tajuk rencana memuat
fakta dan opini yang disusun secara ringkas dan logis.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat
tajuk
ü
Judul
yang sifatnya meghimbau pembaca
ü
Kalimat
untuk lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang
Tajuk rencana yang baik mengandung
keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuan dan seorang seniman. Denga jiwa
ilmuan, dimaksudkan dalam menentukan dan menganalisa problema bersifat logis,
sangat mempertimbangakn temuan-temuan dalam mengurai problem. Dengan semangat
seniman, dimaksudkan lebih pada penyajian hasil analisa dalam bentuk tulisan
agar lebih enak dibaca.
d. Artikel
Merupakan karya jurnalisik yang
mempunyai karya ilmiah. Ada juga yang mengatakan artikel merupakan karya
ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan penulisannya seperti halnya karya ilmiah:
ada batasan-batasan permasalahannya yang diungkapkan untuk selanjutnya diurai
dalam tulisan, juga dimungkinkan ada problem solfing. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam
menulis artikel langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai
(tema). Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang merah. Ini
perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Tema dalam bahasan artikel bisa
berupa apa saja, dari teknologi sampai politik, dari masalah yanglebih kecil
sampai pada masalah yang paling besar.
e. Kolom /
Essai
Sama halnya dengan artikel, menulis
kolom diperlukan menentukan permasalahan yang akan diurai, juga sistematisasi
permasalahan untuk ditarik benang merah. Ini dimaksudkan untuk menjadikan lebih
terarah. Dalam penulisannya, kolom tidak ketat seperti artikel. Bahasa yang
digunakan lebih lentur, mudah dipahami, terkesan santai dalam memaparkan idenya
Dalam essai lebih longgar lagi dan
tulisannya lebih pendek dari kolom. Biasanya karakter penulis tercerminkan
dalam tulisan essai kekhasan personal lebih ditonjolkan. Sama halnya dengan
kolom dalam memaparkan idenya terkesan santai, bahasanya lentur,alur bahasa
lebih lugas. Juga seperti halnya dalam penulisan opini yang lain, ada
permasalahan yang diuraikan.
f. Resensi
Resensi merupakan bentuk tulisan
dalam hal pengambaran/analisa terhadap sebuah teks. Teks disini bisa berupa
buku, film, teater, maupun lagu. Sebagian menyebut resensi sama halnya dengan
synopsis, pengambaran secara global tentang teks. Tapi sebenarnya tidak sama,
karena dalam resensi ada sedikit sentuhan analisa penulis dan seorang resensor
harus berlaku subyektif mungkin dalam menggambarkan atau menganalisa teks.
BAB IV
PENULISAN BERITA
A.
Membuat Judul
Judul berita memang bukan merupakan
hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital.
Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca judulnya lebih awal.
Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isinya.
Maka usahakan dalam membuat judul
mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga mendorong pembaca
mengetahui lebih lanjut isi berita. Tapi judul yang menarik belum tentu benar
dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi
berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik. Judul perlu kejelasan
asosiatif setiap unsure subjek, objek dan keterangan.
Selain itu dalam menuliskan judul
juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari
narasumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah subjek yang melontarkan,
untuk menjelaskan subjek (nama-nama narasumber atau sebuah kegiatan maka
digunakan kickers (pra judul). Atau jika tidak menggunakan kickers,
penulisan judul dalam dua tanda petik.
B.
Pembuatan Lead
Lead merupakan paragraph awal dalam
tulisan berita yang berfungsi sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam
tulisan berita. Ada beberapa maca lead yang bisa digunakan dalam menulis
berita:
- Lead
ringkasan: Biasanya dipakai dalam penulisan “Berita keras”. Yang ditulis
inti beritanya saja, sedangkan interesting reader diserahkan kepada
pembaca, lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan menarik.
- Lead
bercerita: Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat mebarik dan
membenamkan pembaca alur yang mengasikkan. Tekhniknya adalah membiarkan
pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
- Lead
pertanyaan: Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan
pemabaca dalam mengenal permasalah yang diangkat.
- Lead
menuding langsung: Biasanaya melibatkan langsung pembaca secara pribadi,
rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh
penulis.
- Lead
Penggoda: Mengelabui pembaca dengan acara bergurau. Tujuan utamanya
menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya pembaca habis cerita
yang ditawarkan.
- Lead
Nyetuk: Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain.
Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita atawrkan. Gays
lead ini sangat has dan ekstrim dalam bertingkah.
- Lead
Deskriptif: Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang
tokoh atau suatu kejadian, Lead ini banyak digemari wartawan ketka
menulis feature profil pribadi.
- Lead
Kutipan: Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari
orang terkenal.
- Lead
Gabungan: Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah
ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.
C.
Pembuatan Ending
Untuk menutup ending atau
ending story, ada beberapa jenis:
- Penyegar:
penuto yang biasanya diahiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan
seolah-olah terlonjak
- Klimaks:
penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
- Tidak
ada penyelesaian: penulis mengahiri cerita dengan memberikan sebuah
pertanyaan pokok yang takterjawab. Jawaban diserahkan pada pembaca untuk
membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yanga ada.
D.
Alur Penulisan
Kita sering membaca sebuah tulisan,
tapi setelah selesai kita tidak tahu apa yang dikatakan dan yang dimaksud oleh
tulisan tersebut. Dalam kasus ini, sebagai penulis ia gagal msnyampaikan
ide/pikiran pada pembaca. Ada dua kemungkinan kenapa pembaca tidak memahami
tulisan tersebut. Pertama bahasa yang digunakan penulis. Kedua, alur tulisan
yang tidak terarah. Jika yang terjadi adalah factor kedua maka penulis telah
melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
acuan:
a. Sebab- akibat
b. Akibat- sebab
c. Diskriptif-kronologis
E.
Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik sewajarnya
didasarkan atas terbatasnya ruang dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme
menghendaki kemampuan komunikasi capat dalam ruang dan waktu yang relative
terbatas. Dengan demikian diobutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih
efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
Asas hemat dan jelas ini sangat
penting buat seorang jurnalis dalam usaha kearah efisiensi dan kejelasan dalam
tulisan. Penghematan diarahkan kepada penghematan ruang dan waktu. Ini bisa
dilakukakn didua lapisan. (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
a. Penghematan.
ü
Unsur
Kata
1. Beberapa kata indinesia sebenarnya
bisa dihemat tanpa mengorbankan tata bahasa dan jelasnya arti. Misalnya
Ø
Agar
supaya menjadi agar, supaya
Ø
Akan
tetapi menjadi tapi
Ø
Apabila menjadi bila
Ø
Sehingga
menjadi hingga
Ø
Meskipun
menjadi meski
Ø
Walaupun menjadi walau
Ø
Tidak menjadi tak
(kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
2. Kata daripada atau dari
pada juga bisa disingkat jadi dari misalnya:
” keadaan lebih baik dari pada zaman
sebelum perang”, menjadi “keadaan lebih baik dari sebelum perang”, tapi mungkin
masih janggal mengatakan:: “dari hidup berputi mata, lebih baik mati
berputih tulang”.
3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang
lebih pendek. Misalnya:
Ø
Kemudian
= lalu
Ø
Makin
= kian
Ø
Terkejut
= kaget
Ø
Sangat
= amat
Ø
Demikian
= begitu
Ø
Sekarang
= kini
catatan: dua kata yang bersamaan arti belum
tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal
memilih sinonim pendek perlu mempertimbangkan rasa bahasa.
b. Penghematan
Unsur Kalimat
Lebih efektif penghematan kata adalah
penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembuatan kalimat dengan
pemborosan kata.
1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak
perlu, diawal kalimat, misalnya:
Ø
“adalah
merupakan kenyataan, bahwa pencaturan politik internasional berubah-ubah setiap
zaman”. (bisa disingkat: “merupakan kenyataan, bahwa………….”)
Ø
“apa
yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas. (bisa disingkat: ” yang dikatakan
Wijoyo Nitisastro”).
2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin
pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan misalnya:
Ø
“apakah
Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri” (bisa
disingkat: “akan terus tergantungkah Indonesia”)
Ø
“baik kita lihat, apa(kah) dia
dirumah atau tidak, bisa disingkat “baik kita lihat dia dirumah atau tidak”
3. Pemakaian dari sepadan
dengan of (inggris) dalam hubungan milik yang
sebenarnya bisa ditiadakan: juga dari pada misalnya:
Ø
”
dalam hal ini pengertian dari pemerintah diperlukan” bisa disingkat:” dalam hal
ini pengertian pemerintah diperlukan”.
Ø
“sintaksis adalah bagian dari pada tata
bahasa” bisa disingkat: “sintaksis adalah bagian tata bahasa”.
4. Pemakaian untuk sepadan dalam to (inggris)
yang sebenarnya dapat ditiadakan. Misalnya:
Ø
“Unisoviet
cenderung untuk mengakui hak-hak India “, bisa disingkat
“Unisoviet cenderung megakui hak-hak India”.
Ø
“pendirian semacam itu mudah untuk dipahami”
menjadi “pendirian semacam itu mudah dipahami”.
Catatan:Dalam kalimat: “mereka setuju untuk
tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan
5. Pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (inggris)
tak selamanya perlu: misalnya:”kera adalah binatang pemamah biak”
bisa disingkat “kera binatang pemamah biak”.
Catatan: dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan,
tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: “pikir itu pelita hati”.
Kita bisa memakainya meski lebih baik dihindari, misalnyakalua kita harus
menerjemahkan “man is a better driver than women“, bisa mengacaukan bila
disalin:”pria itu pengemudi yang lebih baik dari pada wanita”.
6. Pembunuhan akan, telah,
sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada
keterangan waktu. Misalnya:
Ø
“presiden besok
akan meninjau pabrik ban Goodyear” bisa disingkat
“presiden besok meninjau pabrik”
Ø
“tadi telah dikatakan………” bisa disingkat “tadi
dikatakan”
Ø
“kini Clay
sedang sibuk mempersiapkan diri ” bisa disingkat “kini Clay mempersiapkan diri”
7. Pembunuhan bahwa sering
bisa ditiadakan, misalnya:
Ø
“Gubernur
Ali Sadikin membantah desas desus yang mengatakan bahwa ia
akan diganti”.
Ø
“Tidak
diragukan lagi bahwa ialah orang yang tepat” bisa disingkat “tidak diragukan ia
lah orangnya yang tepat”.
Catatan: sebagai ganti bahwa ditaruhkan
koma, atau pembuka (;), bila perlu
8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan
kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tettentu
misalnya:
Ø
“Indinesia
harus menjadi tetangga yang baik dari Australia” bisa disingkat “Indonesia
harus menjadi tetangga baik dari Australia”
Ø
“kami
adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”
9. Pembentukan kata benda (ke +…+ an
atau pe +…+ an) yang berasal dari kata kerja kata sifat, kadang meski tak
selamanya menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu.
Misalnya:
Ø
“PN
sedang menderita kerugian Rp. 3 juta” bisa disingkat ” PN
sedang rugi Rp. 3 juta”.
Ø
“ia
telah tiga kali melakukan penipuan tehadap saya” bisa
disingkat ” ia telah tiga kali menipuan tehadap saya”.
c. Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang
merupakan pedoman dasar bagaimana penghematan dalam menulis, dibawah ini
pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan
perasyarat:
Ø
Penulisan
harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum
yakin benar akan pengetahuan sendiri.
Ø
Penulis
harus punya kesadaran tentang pembaca.
Kejelasan
Unsur Kata
1. Berhemat
dengan kata-kata asing.
Dewasa ini begitu derasnya arus
istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income percapita, meet
the press, steam-bath,midnight show, project officer, floating mass,
program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of
the year, reshuffle, approach, single, seeded.dan lain lagi.
Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja
sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa inggris sedang merosot, bisa
diperhitungkan sebentar lagi pembaca Koran Indonesia akan terasing dari
informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika i
diingat rakyat rakyat kebanyakan memahami bahasa inggris sepatahpun tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar
menterjemah kata-kata asing yang relative mudah diterjemah harus segera
dimulai. Tapi sementara ini diakui perkembangan bahasa tak berdiri sendiri
melainkan di topang perkembangan sector kebudayaan lain. Maka sulitlah kita
mencari terjemah dari lunar module feasibility study, after shafe-lotion,,
drive-in, pant-sul dari perbendaharaan kata-kata asing.
Tehnical know-how, backhand drive,
smash, slow motion, enterperneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner,
double-breast, dll. Karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari
perbendaharaan cultural kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang
tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan “cutbray”) tetap perlu.
2. Menghindari
Sejauh Mungkin Akronim
Setiap bahasa mempunyai akronim tapi
agaknya sejak lima belas tahun yang kemarin, berbahasa Indonesia bertambah
gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim
mempunyai manfaat menyingkap ucapan dan penulisan dengan cara dan mudah diingat.
Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya bersuku, kata tunggal, dan yang
rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, dan kecenderungan membentuk akronim
lumrah “Hankam”, “Bappenas”, “Daswati”, “Humas”, memang lebih ringkas dari
“pertahanan dan keamanan”, “Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”, “Daerah
Swantara Tingkat”, dan “Hubungan Masyarakat”
Tapi kiranya akan teramat
membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan selalu
sering, disamping itu, perlu diingat ada yang membuat akronim untuk alat
praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan) ada yang
membaut akronim untuk bergurau, mengejek, dan mencoba lucu (misalnya dikalangan
remaja sehari-hari: (ortu) untuk (orang tua), (keruk nasi) untuk (kerukunan nasional).
Tapi ada juga yang membaut akronim atau menciptakan efek propaganda dalam
permusuhan politik, misalkan: (manikebu) untuk ( manifestasi kebudayaan),
(Nikolin) untuk (neo kolonialisme), (cinkom) untuk (cina komunis), (asu) untuk
(Ali Suracman).
Bahasa jurnalistik dari sikap
objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis yang terakhir. Akronim bahas
apojok sebaiknya juga dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya (Djagung)
untuk (jaksa agung). (Gepeng) untuk (gerakan penghematan), (sas-sus) untuk (desas
desus). Karena akronim bisa menghamburkan pengertian kata-kata yang
diakronimkan
Kejelasan
unsur kalimat
Seperti halnya dalam asas
penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur
kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk
yang paling panjang kalimatnya: terlebih-lebih lagi jika kalimat majemuk itu
bercucu kalimat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar